Era digital menjanjikan demokratisasi peluang, termasuk dalam dunia kewirausahaan. Teknologi membuka pintu bagi siapa saja dengan ide dan kemauan untuk membangun bisnis, menjangkau pasar global dari ujung jari. Namun, di balik gemerlap inovasi dan unicorn, tersembunyi sebuah paradoks: jurang digital yang menganga, mengancam untuk meninggalkan sebagian besar populasi dari pesta kemajuan ini. Jika kita gagal menjembatani kesenjangan digital, narasi tentang kewirausahaan inklusif hanyalah ilusi belaka.
Kesenjangan digital bukan sekadar soal akses terhadap internet dan perangkat. Lebih dalam dari itu, ia mencakup literasi digital, kemampuan untuk memanfaatkan teknologi secara produktif, dan infrastruktur yang memadai. Di Indonesia, misalnya, meskipun penetrasi internet terus meningkat, disparitas antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok ekonomi atas dan bawah, masih signifikan. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa akses internet dan pemanfaatannya belum merata di seluruh lapisan masyarakat (APJII, 2023). Kondisi ini menciptakan hambatan besar bagi potensi wirausahawan dari kelompok yang kurang beruntung.
Bayangkan seorang ibu rumah tangga di pelosok desa dengan ide kerajinan tangan unik yang berpotensi mendunia. Tanpa akses internet yang stabil, tanpa pengetahuan tentang platform e-commerce, dan tanpa keterampilan pemasaran digital, ide briliannya akan sulit terwujud menjadi bisnis yang berkelanjutan. Ia terperangkap dalam keterbatasan geografis dan informasi, sementara para pesaingnya di kota dengan mudah memanfaatkan teknologi untuk memperluas pasar dan meningkatkan efisiensi.
Kesenjangan digital juga memperburuk ketidaksetaraan yang sudah ada. Kelompok minoritas, penyandang disabilitas, dan komunitas terpencil seringkali menghadapi tantangan ganda: keterbatasan akses dan kurangnya representasi dalam ekosistem teknologi. Kewirausahaan inklusif seharusnya merangkul keberagaman, namun tanpa upaya sistematis untuk mengatasi kesenjangan digital, kita berisiko menciptakan lanskap wirausaha yang didominasi oleh kelompok yang sudah mapan secara ekonomi dan teknologi.
Lantas, bagaimana kita memastikan peluang kewirausahaan yang lebih merata di era digital ini? Jawabannya terletak pada kolaborasi lintas sektor. Pemerintah memiliki peran krusial dalam menyediakan infrastruktur digital yang merata dan terjangkau, serta menyusun kebijakan yang mendukung literasi digital di seluruh lapisan masyarakat. Program pelatihan dan pendampingan kewirausahaan yang menyasar kelompok marginal, dengan fokus pada pemanfaatan teknologi, juga sangat dibutuhkan.
Sektor swasta, terutama perusahaan teknologi dan startup yang sukses, memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusi positif. Mereka dapat berinvestasi dalam program pelatihan digital, menyediakan platform yang mudah diakses bagi UMKM dari berbagai latar belakang, dan mengembangkan solusi teknologi yang relevan dengan kebutuhan komunitas yang kurang terlayani.
Organisasi masyarakat sipil dan lembaga pendidikan juga memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan ini. Mereka dapat menjadi garda terdepan dalam memberikan edukasi digital, membangun komunitas yang mendukung kewirausahaan inklusif, dan menyuarakan kebutuhan kelompok marginal kepada para pembuat kebijakan.
Kewirausahaan inklusif bukan hanya soal keadilan sosial, tetapi juga tentang memaksimalkan potensi ekonomi bangsa. Ketika lebih banyak orang memiliki kesempatan untuk berinovasi dan menciptakan nilai, pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih berkelanjutan dan merata. Menutup kesenjangan digital adalah investasi strategis untuk masa depan kewirausahaan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera.
Walhasil, di era yang serba digital ini, akses terhadap teknologi bukanlah lagi sekadar kemewahan, melainkan kebutuhan mendasar untuk berpartisipasi dalam ekonomi modern. Memastikan peluang kewirausahaan yang merata berarti memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau geografis, memiliki kesempatan yang sama untuk meraih mimpinya dan berkontribusi pada kemajuan bangsa. Ini adalah tantangan sekaligus peluang besar yang tidak bisa kita abaikan.
Penulis : Mustofa Faqih, Praktisi Enterpreneurship & Busines Consultant.
Komentar